Sejarah Perekonomian Indonesia
Indonesia adalah negara yang memiliki letak geografis
yang sangat strategis, karena berada di antara dua benua (Asia dan Eropa) serta
dua samudra (Pasifik dan Hindia), sebuah posisi yang strategis dalam jalur
pelayaran perdagangan antar benua. Perdagangan saat itu mengenal sebutan jalur
sutra laut, yaitu jarur dari Tiongkok dan Indonesia yang melalui Selat Malaka
menuju ke India. Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai
pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan
daerah-daerah di Barat (Kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa
kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme
politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya
di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat
dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan
kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis
produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang
lewat di daerah mereka.
Sejarah
Perekonomian Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 masa, yaitu:
1.
Masa Sebelum Kemerdekaan
Daya tarik Indonesia akan sumber daya alam dan
rempah-rempah membuat bangsa-bangsa Eropa berbondong-bondong datang untuk
menguasai Indonesia. Sebelum merdeka setidaknya ada 4 negara yang pernah
menjajah Indonesia, diantaranya adalah Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Pada
masa penjajahan Portugis, perekonomian Indonesia tidak banyak mengalami perubahan
dikarenakan waktu Portugis menjajah tidaklah lama disebabkan kekalahannya oleh
Belanda untuk menguasai Indonesia, sehingga belum banyak yang dapat
diberlakukan kebijakan.
Dalam masa penjajahan Belanda selama 350 tahun Belanda
melakukan berbagai perubahan kebijakan dalam hal ekonomi, salah satunya dengan
dibentuknya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Belanda memberikan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda dengan
tujuan menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi
perusahaan imperialis lain seperti EIC milik Inggris. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC
diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
a)
Hak mencetak uang
b)
Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c)
Hak menyatakan perang dan damai
d)
Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e) Hak
untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai
“penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh
ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah.
Namun pada tahun 1795, VOC dibubarkan karena dianggap
gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada
defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a)
Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan
memakan biaya besar
b) Penggunaan
tentara sewaan membutuhkan biaya besar
c) Korupsi
yang dilakukan pegawai VOC sendiri
d)
Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun
kas defisit
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun
1836 atas inisiatif Van Den Bosch dengan tujuan memproduksi berbagai komoditi
yang diminta di pasar dunia. Sistem tersebut sangat menguntungkan Belanda namun
semakin menyiksa pribumi. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam
rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat
diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang
pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh
pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya,
antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat
untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi
para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai
dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup
Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup
Sistem
Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal) terjadi karena adanya desakkan
kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi kearah
yang lebih baik dengan mendorong pemerintah Belanda mengubah kebijakkan
ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agrarian yang baru, yang antara lain
mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun dan
aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Pada akhirnya,
sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan pribumi, tapi malah menambah
penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang tidak diperlakukan layak.
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang
telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Selain itu, dengan landrent, maka penduduk
pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang
diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan
tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah
pemasaran produk dari negara penjajah.
Pemerintah militer Jepang menerapkan kebijakan
pengerahan sumber daya ekonomi untuk mendukung gerak maju Jepang dalam Perang
Pasifik. Akibatknya terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi
masyarakat. Kesejahteraan merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan,
karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak
jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama.
2. Masa Orde Lama
·
Masa
Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan
amat buruk karena inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada Oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan ORI
(Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Namun adanya blokade
ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan
kekosongan kas negara.
Dalam menghadapi krisis ekonomi-keuangan, pemerintah
menempuh berbagai kegiatan, diantaranya :
ü
Pinjaman Nasional, menteri keuangan Ir. Soerachman
dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
mengadakan pinjaman nasional yang akan dikembalikan dalam jangka waktu 40
tahun.
ü
Hubungan dengan Amerika, Banking and Trade
Coorporation (BTC) berhasil mendatangkan Kapal Martin Behrman di pelabuhan
Ciberon yang mengangkut kebutuhan rakyat, namun semua muatan dirampas oleh
angkatan laut Belanda.
ü
Konferensi Ekonomi, Konferensi yang membahas mengenai
peningkatan hasil produksi pangan, distribusi bahan makanan, sandang, serta
status dan administrasi perkebunan asing.
ü
Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan), memberikan anjuran
memperbanyak kebun bibit dan padi ungul, mencegah penyembelihan hewan-hewan
yang membantu dalam pertanian, menanami tanah terlantar di Sumatra, dan
mengadakan transmigrasi.
ü
Keikutsertaan Swasta dalam Pengembangan Ekonomi
Nasional, mengaktifkan dan mengajak partisipasi swasta dalam upaya menegakkan
ekonomi pada awal kemerdekaan.
ü
Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Negara
Indonesia,
ü
Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng Group)
ü
Sistem Ekonomi Ali-Baba
·
Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Perekonomian diserahkan sepenuhnya pada pasar, padahal
pengusaha pribumi masih belum mampu bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada
akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
ü
Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun
ü
Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu menumbuhkan wiraswasta
pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional
ü
Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
·
Masa
Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segalanya diatur pemerintah). Namun lagi-lagi sistem ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Akibatnya adalah :
ü
Devaluasi menurunkan nilai uang dan semua simpanan di
bank diatas 25.000 dibekukan
ü
Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai
tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin
ü
Kegagalan dalam berbagai tindakan moneter
3. Masa
Orde Baru
Pada awal orde baru, stabilitas ekonomi dan politik
menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorintasi pada pengendalian
inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata
pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem
etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran
dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari
salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian
secara terbatas.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di
segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan
dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha,
partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan.
Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang
(25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita.
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil
swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan
rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi,
dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan
preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB.
Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta
pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi
antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat
terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu,
pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan
nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil.
Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya,
ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia
merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai
tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala
bidang, terutama ekonomi.
4. Masa Orde Reformasi
Orde reformasi dimulai saat kepemimpinan presiden BJ.Habibie,
namun belum terjadi peningkatan ekonomi yang cukup signifikan dikarenakan masih
adanya persoalan-persoalan fundamental yang ditinggalkan pada masa orde baru.
Kebijakan yang menjadi perhatian adalah cara mengendalikan stabilitas politik.
Sampai pada masa kepemimipinan presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang masa
kepemimpinan presiden Joko Widodo pun
masalah-masalah yang diwariskan dari masa orde baru masih belum dapat
diselesaikan secara sepenuhnya.
a) Keadaan Ekonomi pada Zaman B.J. Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era reformasi. Dalam periode
awal menjabat presiden beliau masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan
kepanjangan dari tangan Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang
paling dekat dan di percaya oleh Soeharto. Sejak krisis moneter yang melanda
Indonesia pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami
kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan
memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti
ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami
kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji.
Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak
perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi
tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997
persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini
menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan
makanan mulai melanda masyarakat. Ini adalah kesalahan Pemerintah
Orde Baru yang mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai
negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di Masyarakat
Indonesia yang merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang
tergolong masih rendah. Dan ujung-ujungnya masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah
dan bertambah pula beban pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna
meningkatkan kesejehteraan rakyat.
Kebijakan yang dilakukan pada zaman B.J. Habiebie
Untuk menyelesaikan krisis
moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
·
Merekapitulasi
perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi
perekonomian.
·
Melikuidasi
beberapa bank bermasalah.
·
Menaikan
nilai tukar rupiah
·
Mengimplementasikan
reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
·
Mengesahkan
UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang
Tidak Sehat.
·
Mengesahkan
UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
b) Keadaan Ekonomi pada Zaman Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)
Pada
pertengahan tahun 1999 di lakukan pemilihan umum, yang akhirnya di menangi oleh
partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai Golkar mendapat posisi ke dua, yang sebenarnya cukup mengejutkan
banyak kalangan di masyarakat. Bulan Oktober 1999 dilakukan SU MPR dan
pemilihan presiden di selenggarakan pada tanggal 20 oktober 1999. KH Abdurrahman
Wahid atau di kenal dengan sebutan Gus Dur terpilih sebagai presiden RI ke
empat dan Megawati sebagai wakil presiden. Tanggal 20 oktober menjadi akhir
akhir dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang
sering di sebut juga pemerintah reformasi.
Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya (1999) kondisi
perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB
mulai positif walaupun tidak jauh dari 0% dan pada tahun 2000 proses
pemilihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi, dengan laju pertumbuhan
hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga
(SBI) juga rendah, mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam mengerti sudah
mulai stabil.
Kebijakan yang dilakukan pada zaman Gusdur
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan
yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan
Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik
antar etnis dan antar agama.
c) Keadaan Ekonomi pada Zaman Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh
lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang dihadapi Kabinet
Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati disebabkan antara lain masih
kurang berkembangnya investor swasta, baik dalam negeri mauoun swasta. Melihat
indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah, memang kondisi perekonomian
Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih baik. Namun tahun 1999 IHSG
cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi
investor, kedua disebabkanoleh tingginya suku bunga deposito.
Kebijakan yang dilakukan pada zaman Megawati
Kebijakan-kebijakan yang
ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp
116.3 triliun
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara
di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari
intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil
penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %.
Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi
dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan
menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi,
hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai
asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.
d) Keadaan Ekonomi pada Zaman Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober
2004-sekarang)
Pada
pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan
langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan
menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Kondisi
perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat
baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009.
Salah satu
penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan
pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan
yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan
makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara
menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi
dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat,
masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Kebijakan yang dilakukan pada zaman SBY
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu
·
Mengurangi
subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
·
Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
·
Mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
·
Lembaga
kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan
SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan
sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY
tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi
money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang
mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara
besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
·
Program
konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan
bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
·
Kebijakan
impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga
gabah menjadi anjlok atau turun drastic.
e)
Masa Kepeminpinan Jokowi dan Yusuf Kalla
Yaitu dengan adanya kebijakan pembuatan banyak kartu seperti kartu sehat,
kartu berprestasi dan kartu kartu lainnya mengikuti tren. serta kebijakan yang dikeluarkan. Ada tiga paket kebijakan
yaitu:
·
Mendorong
daya saing industri nasional melalui deregulasi dan debirokrasi. “Ada 89 peraturan yang diubah dari 154,” kata Jokowi. “Sehingga ini bisa
menghilangkan duplikasi, bisa memperkuat, dan memangkas peraturan yang tidak
relevan, atau menghambat industri nasional.”
·
Mempercepat
proyek strategis nasional, termasuk penyediaan lahan dan
penyederhanaan izin, serta pembangunan infrastruktur.
·
Meningkatkan
investasi di bidang properti dengan mendorong pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Diharapkan
kebijakan ini akan membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor
properti.
SUMBER:
Kelompok 5:
Dian
Pramagusti Tsabit
Sabili
Salma Nur Azizah