Senin, 27 Maret 2017

Sejarah Perekonomian Indonesia

Sejarah Perekonomian Indonesia
Indonesia adalah negara yang memiliki letak geografis yang sangat strategis, karena berada di antara dua benua (Asia dan Eropa) serta dua samudra (Pasifik dan Hindia), sebuah posisi yang strategis dalam jalur pelayaran perdagangan antar benua. Perdagangan saat itu mengenal sebutan jalur sutra laut, yaitu jarur dari Tiongkok dan Indonesia yang melalui Selat Malaka menuju ke India. Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan daerah-daerah di Barat (Kekaisaran Romawi). Perdagangan di masa kerajaan-kerajaan tradisional disebut oleh Van Leur mempunyai sifat kapitalisme politik, dimana pengaruh raja-raja dalam perdagangan itu sangat besar. Misalnya di masa Sriwijaya, saat perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa, mencapai zaman keemasannya. Raja-raja dan para bangsawan mendapatkan kekayaannya dari berbagai upeti dan pajak. Tak ada proteksi terhadap jenis produk tertentu, karena mereka justru diuntungkan oleh banyaknya kapal yang lewat di daerah mereka.

Sejarah Perekonomian Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 masa, yaitu:

1.           Masa Sebelum Kemerdekaan

            Daya tarik Indonesia akan sumber daya alam dan rempah-rempah membuat bangsa-bangsa Eropa berbondong-bondong datang untuk menguasai Indonesia. Sebelum merdeka setidaknya ada 4 negara yang pernah menjajah Indonesia, diantaranya adalah Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Pada masa penjajahan Portugis, perekonomian Indonesia tidak banyak mengalami perubahan dikarenakan waktu Portugis menjajah tidaklah lama disebabkan kekalahannya oleh Belanda untuk menguasai Indonesia, sehingga belum banyak yang dapat diberlakukan kebijakan.
            Dalam masa penjajahan Belanda selama 350 tahun Belanda melakukan berbagai perubahan kebijakan dalam hal ekonomi, salah satunya dengan dibentuknya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Belanda memberikan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda dengan tujuan menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC milik Inggris. Untuk mempermudah aksinya di Hindia Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
a)      Hak mencetak uang
b)      Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c)      Hak menyatakan perang dan damai
d)     Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e)      Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
            Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun 1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa, yaitu rempah-rempah.
            Namun pada tahun 1795, VOC dibubarkan karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
a)      Peperangan yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar
b)     Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar
c)      Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri
d)     Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit
            Cultuurstelstel (sistem tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch dengan tujuan memproduksi berbagai komoditi yang diminta di pasar dunia. Sistem tersebut sangat menguntungkan Belanda namun semakin menyiksa pribumi. Sistem ini merupakan pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya, antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
            Bagi masyarakat pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka, apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah, mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan yang memicu meningkatnya taraf hidup
            Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal) terjadi karena adanya desakkan kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi kearah yang lebih baik dengan mendorong pemerintah Belanda mengubah kebijakkan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agrarian yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang tidak diperlakukan layak.
            Inggris berusaha merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India. Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah.
            Pemerintah militer Jepang menerapkan kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi untuk mendukung gerak maju Jepang dalam Perang Pasifik. Akibatknya terjadi perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama.

     2.      Masa Orde Lama

·         Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
            Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk karena inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada Oktober 1946 pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Namun adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan kekosongan kas negara.
            Dalam menghadapi krisis ekonomi-keuangan, pemerintah menempuh berbagai kegiatan, diantaranya :
ü  Pinjaman Nasional, menteri keuangan Ir. Soerachman dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) mengadakan pinjaman nasional yang akan dikembalikan dalam jangka waktu 40 tahun.
ü  Hubungan dengan Amerika, Banking and Trade Coorporation (BTC) berhasil mendatangkan Kapal Martin Behrman di pelabuhan Ciberon yang mengangkut kebutuhan rakyat, namun semua muatan dirampas oleh angkatan laut Belanda.
ü  Konferensi Ekonomi, Konferensi yang membahas mengenai peningkatan hasil produksi pangan, distribusi bahan makanan, sandang, serta status dan administrasi perkebunan asing.
ü  Rencana Lima Tahunan (Kasimo Plan), memberikan anjuran memperbanyak kebun bibit dan padi ungul, mencegah penyembelihan hewan-hewan yang membantu dalam pertanian, menanami tanah terlantar di Sumatra, dan mengadakan transmigrasi.
ü  Keikutsertaan Swasta dalam Pengembangan Ekonomi Nasional, mengaktifkan dan mengajak partisipasi swasta dalam upaya menegakkan ekonomi pada awal kemerdekaan.
ü  Nasionalisasi de Javasche Bank menjadi Bank Negara Indonesia,
ü  Sistem Ekonomi Gerakan Benteng (Benteng Group)
ü  Sistem Ekonomi Ali-Baba

·         Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
            Perekonomian diserahkan sepenuhnya pada pasar, padahal pengusaha pribumi masih belum mampu bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:
ü  Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun
ü  Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional
ü  Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

·         Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segalanya diatur pemerintah). Namun lagi-lagi sistem ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia. Akibatnya adalah :
ü  Devaluasi menurunkan nilai uang dan semua simpanan di bank diatas 25.000 dibekukan
ü  Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin
ü  Kegagalan dalam berbagai tindakan moneter

3.     Masa Orde Baru

            Pada awal orde baru, stabilitas ekonomi dan politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah berorintasi pada pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas.
            Kebijakan ekonominya diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang disebut Pelita.
            Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB.
            Namun dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil.
            Sehingga meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.

4.     Masa Orde Reformasi

            Orde reformasi dimulai saat kepemimpinan presiden BJ.Habibie, namun belum terjadi peningkatan ekonomi yang cukup signifikan dikarenakan masih adanya persoalan-persoalan fundamental yang ditinggalkan pada masa orde baru. Kebijakan yang menjadi perhatian adalah cara mengendalikan stabilitas politik. Sampai pada masa kepemimipinan presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga sekarang masa kepemimpinan presiden Joko Widodo pun masalah-masalah yang diwariskan dari masa orde baru masih belum dapat diselesaikan secara sepenuhnya.

a)      Keadaan Ekonomi pada Zaman B.J. Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)

Presiden BJ Habibie adalah presiden pertama di era reformasi. Dalam periode awal menjabat presiden beliau masing dianggap berbau rezim Orde Baru dan kepanjangan dari tangan Soeharto, maklum dia adalah salah satu orang yang paling dekat dan di percaya oleh Soeharto. Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahgun 1997, perusahaan perusahaan swasta mengalami kerugaian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya. Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi perusahaan mengalami kerugaian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Ini adalah kesalahan Pemerintah   Orde Baru yang mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di Masyarakat Indonesia yang merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang tergolong masih rendah. Dan ujung-ujungnya masyarakat miskin Indonesia menjadi bertambah dan bertambah pula beban pemerintah dalam mendongkrak perekonomian guna meningkatkan kesejehteraan rakyat.

Kebijakan yang dilakukan pada zaman B.J. Habiebie

            Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
·         Merekapitulasi perbankan dan menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian.
·         Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
·         Menaikan nilai tukar rupiah
·         Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
·         Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat.
·         Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

b)     Keadaan Ekonomi pada Zaman Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999-23 Juli 2001)

Pada pertengahan tahun 1999 di lakukan pemilihan umum, yang akhirnya di menangi oleh partai demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Partai Golkar mendapat posisi ke dua, yang sebenarnya cukup mengejutkan banyak kalangan di masyarakat. Bulan Oktober 1999 dilakukan SU MPR dan pemilihan presiden di selenggarakan pada tanggal 20 oktober 1999. KH Abdurrahman Wahid atau di kenal dengan sebutan Gus Dur terpilih sebagai presiden RI ke empat dan Megawati sebagai wakil presiden. Tanggal 20 oktober menjadi akhir akhir dari pemerintahan transisi, dan awal dari pemerintahan Gus Dur yang sering di sebut juga pemerintah reformasi.

Dalam hal ekonomi, dibandingkan tahun sebelumnya (1999) kondisi perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Laju pertumbuhan PDB mulai positif walaupun tidak jauh dari 0%  dan pada tahun 2000 proses pemilihan perekonomian Indonesia jauh lebih baik lagi, dengan laju pertumbuhan hampir mencapai 5%. Selain pertumbuhan PDB, laju inflasi dan tingkat suku bunga (SBI) juga rendah, mencerminkan bahwa kondisi moneter di dalam mengerti sudah mulai stabil.

Kebijakan yang dilakukan pada zaman Gusdur
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.

c)      Keadaan Ekonomi pada Zaman Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)

Pemerintahan Megawati mewarisi kondisi perekonomian Indonesia yang jauh lebih buruk daripada masa pemerintahan Gusdur. Inflasi yang dihadapi Kabinet Gotong Royong pimpinan Megawati juga sangat berat. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Megawati disebabkan antara lain masih kurang berkembangnya investor swasta, baik dalam negeri mauoun swasta. Melihat indikator lainnya, yakni nilai tukar rupiah, memang kondisi perekonomian Indonesia pada pemerintahan Megawati lebih baik. Namun tahun 1999 IHSG cenderung menurun, ini disebabkan kurang menariknya perekonomian Indonesia bagi investor, kedua disebabkanoleh tingginya suku bunga deposito.

Kebijakan yang dilakukan pada zaman Megawati
            Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a. Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun
b. Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil jalan tengah dengan menjual beberapa asset Negara untuk membayar hutang luar negeri. Akan tetapi, hutang Negara tetap saja menggelembung karena pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara menjadi sangat berkurang.

d)     Keadaan Ekonomi pada Zaman Susilo Bambang Yudhoyono  (20 Oktober 2004-sekarang)

Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kebijakan yang dilakukan pada zaman SBY
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial yaitu

·         Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
·         Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
·         Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi.
·         Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini perekonomian Negara tidak stabil.
·         Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
·         Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastic.

e)      Masa Kepeminpinan Jokowi dan Yusuf Kalla
            Yaitu dengan adanya kebijakan pembuatan banyak kartu seperti kartu sehat, kartu berprestasi dan kartu kartu lainnya mengikuti tren. serta kebijakan yang dikeluarkan. Ada tiga paket kebijakan yaitu:
·         Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi dan debirokrasi. “Ada 89 peraturan yang diubah dari 154,” kata Jokowi. “Sehingga ini bisa menghilangkan duplikasi, bisa memperkuat, dan memangkas peraturan yang tidak relevan, atau menghambat industri nasional.”
·         Mempercepat proyek strategis nasional, termasuk penyediaan lahan dan penyederhanaan izin, serta pembangunan infrastruktur.
·         Meningkatkan investasi di bidang properti dengan mendorong pembangunan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Diharapkan kebijakan ini akan membuka peluang investasi yang lebih besar di sektor properti.


SUMBER:
Kelompok 5:
Dian
Pramagusti Tsabit Sabili

Salma Nur Azizah 

Tugas 2 Akuntansi Forensik

1. GRAFIK GCB ( Global Corruption Barometer ) TAHUN 2017 : 2. GRAFIK BPI (Bribe payers Index) TAHUN 2011: 3.  GRAFIK PERC ( P...