DAMPAK KEBERADAAN PT.
FREEPORT INDONESIA
1.
Dampak Sosial dan Budaya
Pertambangan Freeport menimbulkan
dampak sosial dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari sisi kependudukannya.
Pemukiman penduduk semakin tersingkir dan menjadi perkampungan kumuh ditengah –
tengah kawasan industri tambang termegah di Asia. Dengan demikian perkembangan
tambang ditengah – tengah Suku Amungme dan Kamoro ini bukannya mendatangkan
kehidupan yang lebih baik, melainkan semakin menyudutkan mereka menjadi
kelompok marjinal. Hal ini semakin terdorong oleh semakin besarnya arus
urbanisasi ke Timika dari daerah – daerah sekitarnya dan dari pulau lain di
Indonesia. Dimana kehidupan homogeny dimasa lalu seketika menghadapi tantangan
dari luar dengan hadirnya berbagai suku dan bangsa yang masuk wilayah adat Suku
Amungme dan Kamoro.
Persoalan lain yang paling mendasar
bagi masyarakat adat Amungme maupun masyarakat adat Kamoro adalah perlunya
pengakuan kepada mereka sebagai manusia diatas tanah mereka sendiri. Persoalan
martabat manusia harus dihargai oleh siapapun. Kalau martabat Suku Amungme dan
Suku Kamoro dihargai sebagai manusia, maka persoalan PT. Freeport Indonesia
harus diselesaikan dengan melibatkan kedua suku tersebut sebagai masyarakat
adat pemilik sumber daya alam tambang tersebut
Meski ditanah leluhurnya terdapat
tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya mereka yang tinggal di
Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya hanya mendapat ranking Indeks Pembangunan
Manusia ke 212 dari 300-an lebih kabupaten di Indonesia. Hampir 70% penduduknya
tidak mendapatkan akses terhadap air yang aman dan 35,2% penduduknya tidak
memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan. Selain itu, lebih dari 25% balita
juga tetap memiliki potensi kurang gizi.
Dampak lain dari kehadiran Freeport
di Indonesia adalah terjadinya berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM), sebagai akibat protes masyarakat terhadap Freeport yang terkesan tidak
memperhatikan kesejahteraan masyarakat adat Suku Amungme dan Kamoro yang
disebut sebagai pemilik tanah, emas, tembaga, dan hutan yang kemudia dikuasai
oleh pihak perusahaan. Dalam aksi protesnya, masyarakat selalu berhadapan
dengan pihak aparat keamanan (TNI/POLRI) yang bertugas mengamankan perusahaan,
maka terjadilah kasus pelanggaran HAM. Kasus pelanggaran HAM di wilayah
penambangan berlangsung cukup lama sejak hadirnya Freeport hingga kini.
Dari data BPS, jumlah orang miskin
ditiga kabupaten tersebut mencapai lebih dari 50% total penduduk. Artinya,
pemerataan kesejahteraan tidak terjadi. Meskipun pengangguran terbuka rendah,
tetapi secara keseluruhan pendapatan masyarakat setempat mengalami kesenjangan.
Bisa jadi kesenjangan yang muncul antara para pendatang dan penduduk asli yang
tidak mampu bersaing ditanahnya sendiri. Bisa jadi pula, angka persentase yang
menunjukkan kemiskinan seperti akses terhadap air bersih, kurang gizi, akses terhadap
sarana kesehatan mengandung bias rasisme. Artinya, kemiskinan dihadapi oleh
penduduk asli dan bukan pendatang.
Sedangkan dampak sosial dari
pembuangan tailing ke Sungai Ajkwa terhadap kedua suku tersebut maupun suku –
suku lain dari Papua dapat terlihat dekat dengan mata dimana Kota Timika yang
dulunya banyak dusun sagu yang member makan bagi masyarakat adat Kamoro dan
suku – suku lain dari Papua maupun Indonesia
yang tinggal di Kota Timika telah rusak. Akibatnya masyarakat tidak bisa
mendapatkan sagu sebagai sumber makanan pokok mereka. Disamping itu, berkembang
pesatnya pembangunan yang didukung oleh Freeport membuat Suku Amungme dan
Kamoro menjadi minoritas diatas tanahnya sendiri. Dengan peralatan sederhana,
mereka, baik pendatang maupun masyarakat lokal berani mempertaruhkan nasib
bahkan nyawa demi mencari konsentrat emas. Kebetulan metode penambangan oleh
Freeport memang tidak bisa 100% menangkap konsentrat emas yang ada didalam
bijih.
2.
Dampak Ekonomi
PT. Freeport Indonesia yang bergerak
di bidang pertambangan memberikan manfaat ekonomi langsung dan tidak langsung
yang cukup besar bagi pemerintah di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten,
dan bagi perekonomian Papua dan Indonesia secara keseluruhan. Manfaat langsung
termasuk kontribusinya suatu perusahaan kepada negara, mencakup pajak, royalti,
dividen, iuran dan dukungan langsung lainnya. Kami merupakan penyedia lapangan
kerja swasta terbesar di Papua, dan termasuk salah satu wajib pajak terbesar di
Indonesia. Laba Freeport naik sekitar 16 persen pada kuartal keempat tahun lalu
menjadi USD 743 juta (Rp 7,2 triliun). Total pendapatan juga meningkat menjadi
USD 4,51 miliar dari USD 4,16 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.
3.
Dampak Terhadap Alam
Beberapa kerusakan lingkungan yang
diungkap oleh media dan LSM adalah Freeport telah mematikan 23.000 ha hutan di
wilayah pengendapan tailing. Merubah bentang alam karena erosi dan sedimentasi.
Meluapnya sungai karena pendangkalan akibat endapan tailing. Freeport telah
membuang tailing denngan kategori limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) melalui
Sungai Ajkwa. Limbah ini telah mencapai pesisir laut Arafura. Tailing yang
dibuang Freeport ke Sungai Ajkwa melampaui baku mutu total suspend solid (TSS)
yang diperbolehkan menurut hukum Indonesia. Limbah tailing Freeport mencemari
perairan di muara Sungai Ajkwa dan mengontaminasi sejumlah besar jenis makhluk
hidup serta mengancam perairan dengan air asam tambang berjumlah besar. Tailing
yang dibuang Freeport merupakan bahan yang mampu menghasilkan asam berbahaya bagi
kehidupan aquatic. Bahkan sejumlah spesies aquatic sensitive di Sungai Ajkwa
telah punah akibat tailing Freeport. Menurut perhitungan Greenomics Indonesia,
biaya yang dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan yang rusak adalah Rp 67
trilyun. Freeport telah mengakibatkan kerusakan alam dan mengubah bentang alam
serta mengakibatkan degradasi hutan yang seharusnya ditindak tegas pemerintah.
MENENTUKAN KEBIJAKAN
1.
Ekonomi
Setelah beberapa tahun keberadaanya di Indonesia, PT.
Freeport Indonesia banyak mendapat reaksi keras agar perusahaan ini
menghentikan aktivitasnya. Gaung gonjang-ganjing itu sempat membuat PT.
Freeport ditutup sementara. Jika reaksi keras ini tidak segera diatasi, maka
baik PT. Freeport dan Negara pun juga akan mendapatkan efek negatifnya. Bagi
Negara yang sedang membutuhkan investasi dari luar negeri, maka citra positif
sangatlah mendukung untuk datangnya investor dari luar. Dan untuk PT. Freeport
sendiri penutupan sementara akan menimbulkan kerugian dalam produksi setiap
hari, baik bagi perusahaan maupun para pekerja. Pemerintah, lewat wakil
presiden Jusuf Kalla menjelaskan bahwa kotrak karya yang telah ditanda
tangani dengan PT. Freeport Indonesia tidak akan dibatalkan begitu saja. Ia
berpendapat: “Kalau soal kontrak karya harus kita hargai bahwa setiap lima
tahun kita evaluasi. Tapi untuk membatalkan kontrak kara saya rasa tidak,”. Dalam
penjelasan itu Jusuf Kalla mempunyai komitmen terhadap kontrak karya yang sudah
ditulis dan disepakti bersama. Tapi, dalam jalannya kotrak karya, sebagai warga
Indonesia, kita mempunyai hak untuk mengetahui antara hak dan kewajiban dalam
pertambangan tersebut.
Memang dalam menyelesaikan masalah ini, tidak semudah
membalikkan telapak tangan, karena Indonesia sedang memperjuangkan untuk
datangnya investor asing. Sebab investasi dapat menciptakan lapangan pekerjaan
kepada masyarakat dan berujung pada kesejahteraan. Jadi dari sisi ekonomi,
Indonesia harus mempunyai system ekonomi proteksi, agar tidak bergantung pada
investor asing lagi. Untuk melakukan sistem tersebut, maka diperlukan sumber
daya manusia yang terampil agar semua sumber daya alam yang dimiliki Indonesia
dan juga potensi lainnya bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Sehingga dari dan oleh rakyat untuk rakyat.
2.
Sosial
Unsur utama dalam sosial adalah sumber daya manusia
tersebut, sehingga sumber daya ini memerlukan perhatian yang sempurna, maka faktor
pendidikan, keamanan, dan kesehatan menjadi hal yang dipentingkan. Meski banyak
sekolah dan puskesmas dibangun di distrik dan kampung, ketersediaan tenaga
guru, perawat, dan dokter masih menjadi kendala serius.Gubernur Papua Barnabas
Suebu membenarkan bahwa implementasi otonomi khusus belum optimal, tetapi itu
bukan karena ketentuannya yang salah. Kemudian di sisi lain, sejak mendapat
izin untuk menambang di Papua, sudah banyak konflik yang terjadi dan yang
menjadi korban dari pertikaian ini. Adapun yang terlibat dalam konflik ini
adalah antara suku asli dengan pihak keamanan yang bertugas di PT. Freport.
Dikarenakan berbagai macam alasan, salah satunya adalah kesenjangan sosial yang
terjadi antara pihak karyawan dengan suku atau warga asli.
Sebaiknya pemerintah melakukan audit menyeluruh kepada
PT. Freeport dan mengumumkannya yang kedua agar melakukan pembangunan sesuai
dengan yang dikehendaki rakyat, agar tidak terjadi kesenjangan hidup antara
kemewahan yang dirasakan karyawan PT. Freeport dengan penduduk asli Papua.
3.
Lingkungan
Selain permasalahan kesenjangan
ekonomi, aktivitas pertambangan Freeport juga merusak lingkungan secara massif. Dari
hasil audit lingkungan yang dilakukan oleh Parametrix, terungkap bahwa bahwa
tailing yang dibuang Freeport merupakan bahan yang mampu menghasilkan cairan
asam berbahaya bagi kehidupan aquatik. Bahkan sejumlah spesies aquatik sensitif
di sungai Ajkwa telah punah akibat tailing Freeport. 42 tahun setelah
pengeboran pertama, perkiraan volume limbah tailing PT. Freeport lebih dari 1,2
miliar ton dan terus bertambah lebih dari 200.000 ton per hari. Volume limbah
tidak kalah banyak dibanding lumpur Lapindo Sidoarjo, namun berita pencemaran
limbah PT. Freeport tidak sebanyak berita lumpur Lapindo.
Menurut perhitungan Greenomics Indonesia, biaya yang
dibutuhkan untuk memulihkan lingkungan yang rusak adalah Rp 67 trilyun.
Freeport mengklaim, sepanjang 1992-2005 Pemerintah Pusat mendapatkan keuntungan
langsung US$ 3,8 miliar atau kurang lebih Rp 36 trilyun. Namun jika dihitung
dari perkiraan biaya lingkungan yang harus dikeluarkan, Indonesia dirugikan
sekitar Rp 31 trilyun.
Hal ini telah melanggar UU No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Maka solusi yang dapat diambil adalah menagih
tanggung jawab PT. Freeport terhadap lingkungan dan penegakkan hukum yang
seadil-adilnya. Apabila hal ini tidak dihiraukan maka, PT. Freeport
dipersilakan untuk angkat kaki dari negeri ini untuk menjaga kelangsungan
ekosistem.
SUMBER :
Kelompok 5:
Dian
Pramagusti Tsabit Sabili
Salma Nur Azizah