Senin, 23 Desember 2019

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja 


Nama          : Pramagusti Tsabit Sabili
NPM           : 25216774
Kelas           : 4EB10
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK

2019

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya. Untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan melakukan pekerjaan. Bekerja dapat dilakukan secara sendiri maupun bekerja pada orang lain. Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat hubungan kerja antara pekerja dan pengusahanya, dimana hubungan kerja tersebut dituangkan ke dalam suatu bentuk perjanjian atau kontrak kerja.di dalam kontrak kerja tersebut memuat apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan pengusahanya seperti pendapatan upah/ gaji dan keselamatan kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahiu saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut.
Berbeda halnya dengan masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara sepihak yaitu oleh pihak pengusahanya. Harapan untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup telah pupus begitu saja lantaran terjadinya PHK yang tidak disangka-sangka oleh para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Namun, mau tidak mau para pekerja/buruh harus menerima kenyataan bahwa mereka harus menjalani PHK.
Dalam menjalani pemutusan hubungan kerja, pihak-pihak yang bersangkutan yaitu pengusaha dan pekerja/buruh harus benar-benar mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan PHK, terutama untuk para pekerja/buruh, agar mereka bisa mendapatkan apa yang menjadi hak mereka setelah di PHK.

1.2 Rumusan masalah
1.      Apa Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ?
2.      Apa Arti dan Sebab-sebab PHK ?
3.      Apa saja Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja ?
4.      Apa saja Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja ?
5.      Mengapa PHK Dilakukan ?
6.      Apa saja Hak-hak Karyawan setelah Pemberhentian ?
7.      Apa saja Larangan Terhadap PHK ?
8.      Apa saja Macam dan Persyaratan Pensiun ?
9.      Apa saja Macam Kompensasi ?

1.3 Tujuan
1.      Mengetahui Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
2.      Mengetahui Arti dan Sebab-sebab PHK
3.      Mengetahui Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
4.      Mengetahui Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
5.      Mengetahui Mengapa PHK Dilakukan
6.      Mengetahui Hak-hak Karyawan setelah Pemberhentian
7.      Mengetahui Larangan Terhadap PHK
8.      Mengetahui Macam dan Persyaratan Pensiun
9.      Mengetahui Macam Kompensasi Bagi Pensiunan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Istilah pemutusan hubungan kerja (PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan pemberhentian atau pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun memberikan pandangan tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke masyarakat. Sedagkan menurut Hasibuan (2001) pemberhentian adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi (perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian karyawan dari suatu perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak ada hubungan lagi.

2.2 Arti dan sebab-sebab PHK
          Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dalam melaksanakan hubungan kerja terkadang terjadi perselisihan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam hubungan kerja dapat menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja.  Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur bahwa pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
1.      melakukan penipuan, pencurian dan penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
2.      memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
3.      mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dilingkungan kerja;
4.      melakukan perbuatan asusila atau perjudian dilingkungan kerja;
5.      menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
6.      membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk mekukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7.      dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
8.      dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
9.      membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
10.  melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pembuktian bahwa pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
1.      pekerja/buruh tertangkap tangan;
2.      ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan; atau
3.      bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan sebagai berikut:
1.      pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;
2.      pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
3.      pekerja/buruh menjalankan ibadah ibadah yang diperintahkan agamanya;
4.      pekerja/buruh menikah;
5.      pekerka/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
6.      pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peratauran perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;\
7.      pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan mengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
8.      pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9.      karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10.  pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya berlum dapat dipastikan.
2.3 Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
            PHK ternyata ada banyak jenisnya jika dilihat dari siapa yang mengajukan, alasan, dan hak-hak yang diperoleh. Hal ini tentu saja harus merujuk kepada Undang-undang Ketenagakerjaan. Lalu apa saja jenis-jenis PHK? Berikut penjelasannya:
A.            PHK dari sisi perusahaan
Perubahan status atau penggabungan perusahaan Jika perusahaan tempat kamu bekerja mengalami perubahan atau penggabungan status kepemilikan perusahaan, perusahaan biasanya melakukan PHK kepada sejumlah karyawannya. Namun, perusahaan juga wajib memberikan imbalan kepada karyawan yang di PHK. Imbalan tersebut berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
1.                       Perusahaan melakukan efisiensi
Bagi perusahaan yang melakukan efisiensi terhadap karyawannya dan sudah ditetapkan sebagai PHK, maka karyawan berhak mendapatkan uang pesangon, uang penggantian hak, dan uang penghargaan masa kerja.
2.                       Perusahaan bangkrut
Apabila perusahaan tempat kamu bekerja mengalami pailit atau bangkrut, imbalan yang kamu dapatkan berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan adalah uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
B.     PHK dari sisi karyawan
1.              Kesalahan berat
Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia, kesalahan berat yang bisa buat kamu di phk adalah:
·                 Karyawan melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan.
·                 Memberikan keterangan palsu atas yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.
·                 Minum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif di lingkungan kerja.
·                 Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
·                 Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi rekan kerja di lingkungan kerja.
·                 Membujuk rekan kerja untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
·                 Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan rekan kerja dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
·                 Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
·                 Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan kerja yang diancam pidana penjara lima (5) tahun atau lebih. 
2.              Melanggar Perjanjian Kerja
Sebelum first day di kantor baru, kamu harus menandatangani perjanjian kerja yang didampingi tim HRD. Jangan lupa untuk membaca dengan teliti mengenai peraturan perusahaan! Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di kantor harus kamu patuhi, ya.
3.              Mangkir
Beberapa perusahaan sangat memperhitungkan kehadiran tiap karyawannya. Pasalnya, hal ini sangat berpengaruh terhadap gaji yang dibayarkan. Merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, apabila karyawan tidak masuk kerja selama 5 hari berturut-turut tanpa ada kabar, perusahaan menganggapnya sebagai pengunduran diri. Tak hanya itu, atasan juga wajib memanggil secara tertulis paling banyak 2 kali sejak karyawan tersebut mangkir kerja.
4.              Mengundurkan Diri
Mangkir dengan mengundurkan diri tentu saja berbeda. Mengundurkan diri yang dimaksud adalah resign. Banyak alasan yang membuat karyawan mengajukan resign mulai dari alasan keluarga, ingin meneruskan pendidikan, jenuh dengan pekerjaan, hingga ingin mencari tantangan baru. 
Oh iya ada sejumlah ketentuan yang harus kamu perhatikan sebelum mengajukan resign lho. Misalnya saja mengajukan pengunduran diri secara tertulis paling telat selambat-lambatnya 30 hari sebelum efektif tidak bekerja lagi, sedang tidak dalam ikatan dinas, dan karyawan tetap melakukan kewajiban profesionalnya hingga hari terakhir bekerja.
5.              Pensiun
Tidak ada aturan secara jelas mengenai masa pensiun jika kamu bekerja di perusahaan swasta. Namun, biasanya kamu bisa pensiun dini apabila kamu sudah bekerja selama 15 tahun atau menginjak usia 45 tahun. Sementara di pemerintahan sendiri, waktu untuk pensiun dini adalah saat kamu usia 45 tahun dan maksimal saat berusia 55 tahun. 
Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan, kamu akan mendapatkan uang pesangon sebesar 2 kali gaji, dana BPJS Ketenagakerjaan yang terkumpul selama masa kerja, uang penghargaan kerja sebanyak 1 kali gaji, dan uang penggantian hak.
6.              Meninggal Dunia
Jika seorang karyawan meninggal dunia dalam masa kerja suatu perusahaan, maka perusahaan tersebut wajib memberikan imbalan kepada ahli waris karyawan yang meninggal dunia. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang ketenagakerjaan lho. Besarannya ialah 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang jaminan kematian atau uang jaminan kecelakaan kerja dari BPJS Ketenagakerjaan. 
Nah itulah jenis-jenis PHK menurut Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia. Pahami dulu, agar tidak salah persepsi. Mungkin anda bisa memulai mempersiapkan dana pensiun atau mempersiapkan dana darurat kedepan dengan menggunakan fitnech peer to peer lending. Dengan memulai pendanaan mulai Rp 3 juta, anda dapat memulai pendanaan kepada pelaku usaha mikro perempuan di desa. Anda akan mendapatkan keuntungan hingga 15 persen di Amartha. Selain itu, anda juga memberikan dampak sosial terhadap ekonomi di pedesaan. 
2.4 Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
Pasal 16 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 tentang perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan hubungan kerja dalam suatu perusahaan.
Adapun prosedur untuk Pemutusan hubungan kerja adalah sebagai berikut :
(1) Sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja/buruh dengan ketentuan skorsing telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal pengusaha melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengusaha wajib membayar upah selama skorsing paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja/buruh.
(3) Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan yang jelas, dan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela diri.
(4) Pemberian upah selama skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan.
(5) Setelah masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir, maka pengusaha tidak berkewajiban membayar upah, kecuali ditetapkan lain oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat.
Pasal 17A Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menyatakan :
(1) Dalam hal pengusaha mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka selama ijin pemutusan hubungan kerja belum diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pekerja/buruh harus tetap melakukan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah pekerja/buruh selama proses 100% (seratus perseratus).
(2) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan ijin, pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan pemutusan hubungan kerja tersebut menjadi perselisihan, maka sebelum ada putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja/buruh selama proses dibayar 100% (seratus perseratus).
Dalam Pasal 18-nya, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menegaskan :
(1) Ijin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagai berikut :
a.     penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha; atau
b.     memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan negara; atau
c. mabok, minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau menyalahgunakan obat obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan di tempat kerja, dan di tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d.     melakukan perbuatan asuslia atau melakukan perjudian di tempat kerja; atau
e.    menyerang, mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan perusahaan; atau
f.     menganiaya, mengancam secara physik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja; atau
g.     membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk metakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku; atau
h.     dengan ceroboh atau sengaja merusak, merugikan atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik pengusaha; atau
i.     dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan diri atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; atau
j.     membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; dan
k.     hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Pengusaha dalam memutuskan hubungan kerja pekerja/buruh dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin pemutusan hubungan kerja.
(3) Terhadap kesalahan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan tindakah skorsing sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panida Pusat dengan ketentuan skorsing tersebut telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 tetapi berhak atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 B.
(5) Pekerja/buruh yang melakukan kesalahan di luar kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan mendapat uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
2.5 Mengapa PHK Dilakukan
Menurut UU ketenagakerjaan No.13/ 2003. Pemutusan Hubungan Kerja di sini tak selalu berarti pemecatan, namun semua pemutusan kontrak kerja dengan karyawan, termasuk karena pensiun atau karena karyawan mengundurkan diri.

1. Karena Kesalahan Berat
Menurut Pasal 158, ayat 1 UU ketenagakerjaan, ada sepuluh kesalahan berat yang mengakibatkan PHK, yaitu:
  1. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
  2. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
  3. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
  4. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
  5. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
  6. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
  7. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
  8. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
  9. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
  10. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”
Namun, sebelum perusahaan menggunakan alasan Kesalahan Berat untuk memecat seorang karyawan, perusahaan diharuskan memiliki bukti, misalnya pelaku tertangkap tangan, ada pengakuan, dan juga laporan yang dibuat pihak berwenang dengan dua orang saksi.

2. Karena Ditahan Pihak Berwajib.
Yup, pihak perusahaan memang boleh mem-PHK karyawan yang melakukan tindakan pidana dan kemudian ditahan pihak kepolisian. Meskipun demikian, perusahaan wajib membayar uang tanggungan untuk keluarga si karyawan. Bantuan itu diberikan maksimal 6 bulan sejak karyawan ditahan pihak berwajib.
3. Karena Karyawan Melakukan Pelanggaran 
UU Ketenagakerjaan juga mengatur PHK yang disebabkan oleh pelanggaran yang dilakukan karyawan. Jenis pelanggarannya berbeda-beda, karena setiap perusahaan biasanya memiliki peraturan sendiri.
Namun biasanya, pihak perusahaan akan mengeluarkan surat peringatan terlebih dahulu sebelum melakukan PHK. Di banyak perusahaan, pemecatan karena pelanggaran aturan perusahaan baru dilakukan setelah karyawan tersebut menerima tiga kali surat peringatan.
4. Karena Karyawan Resign
Dalam Undang-undang Ketenagakerjaan, syarat mengundurkan diri adalah:
  • Diharuskan mengajukan permohonan mengundurkan diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari pengunduran diri.
  • Tidak terikat dalam ikatan dinas.
  • Tetap melakukan kewajibannya sampai dengan hari pengunduran dirinya.
Bila si karyawan memenuhi persyaratan tersebut, PHK akan dilakukan. Tentu saja bedanya, dalam kasus ini, Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan atas permintaan karyawannya sendiri, bukan keputusan dari pihak perusahaan.
5. Karena Perubahan Status/Penggabungan Perusahaan
Jika pada perusahaan terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan, maka perusahaan dapat melakukan PHK kepada karyawan seandainya dibutuhkan perampingan karyawan atau ada beberapa posisi yang tidak dibutuhkan lagi.
2.6 Hak-hak Karyawan setelah Pemberhentian
            Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pengusaha wajib membayar Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH) kepada pekerjanya. Uang tersebut didapatkan pekerja berdasarkan alasan PHK.
Sedangkan pekerja yang mengundurkan diri hanya berhak atas UPH. Tapi, khusus bagi pekerja yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain berhak atas UPH, ia juga berhak diberikan Uang Pisah.

2.7 Larangan terhadap PHK
            Pemerintah telah mengatur ketentuan pemutusan hubungan kerja dalam Undang-undang  Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Terdapat pada bab XII pasal 152, telah disebutkan bahwa permohonan pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan dengan cara melakukan permohonan tertulis yang disertai dengan alasan dan dasar kepada lembaga penyelesaian masalah hubungan industrial, lalu kemudian lembaga penyelesaian perselisihan sengekta hubungan industrial menerima dan memberikan penetapan terhadap permohonan yang diajukan.
Ada beberapa alasan tidak sah atau illegal menurut undang-undang, yaitu:
1.      Berhalangan Masuk Karena Sakit
Berdasarkan ketentuan undang-undang No.13 tahun 2003 pasal 153 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa pengusaha atau perusahaan dilarang memberikan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pekerja berhalangan untuk masuk bekerja karena sakit menurut keterangan dari dokter selama tenggat waktu tidak melampaui 12 bulan berturut-turut. Maka dari itu, pengusaha atau perusahaan wajib memperkerjakan pekerja yang telah sembuh dari sakit.
2.      Menjalankan Tugas Negara
Pekerja yang berhalangan masuk kerja pada suatu perusahaan karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara, misalnya menjadi peserta kompetisi mewakili negara atau mengharuskan pekerja membela negara tanah airnya. Alasan seperti ini tidak dapat dijadikan PHK, karena sebelum melaksanakan tugas negara pekerja dan perusahaan harus memiliki kesepakatan untuk tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam bekerja.
3.      Melaksanakan Ibadah
Pekerja yang sedang melaksankan ibadah sesuai agamanya masing-masing seperti berangkat menunaikan ibadah haji bagi pekerja yang beragama Islam, alasan ini mendapatkan hak penuh dalam peraturan perjanjian perusahaan dan undang-undang.
4.      Pekerja Menikah
Peraturan dalam melakukan cuti menikah telah diatur pada undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kemudian seharusnya ada pada peraturan perusahaan dan juga perjanjian kerja. Tidak masuk bekerja karena menikah akan tetap mendapat upah menjadi hak sebagai pekerja perusahaan. Jika kemudian pengusaha atau perusahaan melakukan PHK, akan ada sanksi yang diberlakukan oleh pemerintah kepada perusahaan atau pengusaha tersebut.

5.      Pekerja Perempuan Hamil, Melahirkan, Keguguran maupun Menyusui bayinya
Terdapat banyak sekali peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak pekerja perempuan, yaitu sebagai berikut:
  • Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women yang telah disetarakan dengan Undang-undang No.7 Tahun 1984
  • ILO Convention No. 183 Tahun 2000 on Maternity Protection (Konvensi ILO mengenai Perlindungan Maternitas)
  • Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  • Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
  • Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Maka dari itu, pengusaha atau perusahaan tidak diberikan kewenangan untuk membuat perjanjian kerja yang berisi larangan untuk hamil ataupun menikah selama masa hubungan kerja yang telah diberikan kepada pekerja. 
6.      Memiliki Ikatan Perkawinan Antar Sesama pekerja dalam Satu Perusahaan
Perusahaan tidak dapat membuat suatu aturan yang melarang karyawannya menikah dengan rekan kerja satu kantor, karena sebuah ikatan perkawinan adalah takdir dari yang Maha Kuasa, yang tidak dapat diganggu. Hal ini tidak dapat dijadikan suatu alasan perusahaan melakukan PHK karena tidak sejalan dengan undang-undang dasar 1945 pasal 28 D Ayat 2.
7.      Menjadi Pengurus Serikat Pekerja
Pekerja menjadi seorang yang mendirikan, atau menjadi seorang anggota suatu serikat pekerja, kemudian pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja yang dilakukan diluar jam kerja, atau didalam jam kerja tetapi telah ada kesepakatan bersama antara perusahaan dan pekerja, atau berdasarkan sebuah peraturan yang telah diatur dalam perjanjian kerja, maka hal ini tidak dapat dijadikan sebuah alasan bagi perusahaan untuk PHK.
8.      Pekerja Melaporkan Perusahaan Kepada Pihak yang Berwajib
Para pekerja yang melakukan pengaduan kepada pihak yang berwajib memiliki hak untuk mengadu dan tidak dapat menjadikan pekerja tersebut dilakukan PHK, karena perusahaan tersebut melakukan tindak pidana kejahatan yang melanggar aturan-aturan perundangan yang berlaku.
9.      Alasan Perbedaan Agama, Pandangan Politik, Suku dan lain-lain
Berdasarkan UUD Indonesia, siapapun manusia setara di mata hukum dan pemerintah, semua orang berhak pada pekerjaan yang telah memenuhi standar kelayakan hidup bagi kemanusiaan. Undang-undang Ketenagakerjaan melarang pengusaha atau perusahaan melakukan PHK dengan alasan yang berkaitan dengan tindak diskriminasi seperti membeda-bedakan ideologi, agama, pilihan politik, etnis, ras, warna kulit, kelompok sosial, kondisi fisik ataupun status pernikahan seorang pekerja. 
10.  Pekerja Mengalami Cacat Tetap
Tidak dapat dilakukan PHK karena pekerja yang kerja kemudian sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja berdasarkan surat keputusan dokter dalam melakukan penyembuhan belum dapat ditentukan jangka waktunya.
Setiap pengusaha atau perusahaan harus mengetahui alasan-alasan ilegal dalam melakukan PHK menurut undang-undang yang telah ditetapkan, agar nantinya tidak akan merugikan pekerja.

2.8 Macam dan persyaratan pensiun
Berdasarkan penerima pensiun, dapat diuraikan macam-macam pensiun sebagai berikut:

1. Pensiun Pegawai
Pemberian pensiun pegawai dibedakan menjadi dua yaitu:

1.                  Pensiun pegawai dapat diperoleh secara normal apabila pada saatn pemberhentian pegawai  negeri sipil, pegawai yang bersangkutan telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 20 tahun.
2.                  Pensiun pegawai dapat diperoleh karena pegawai yang bersangkutan cacat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat bekerja dalam jabatan apa pun juga.
Besarnya pensiun pegawai dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

PP = 2,5 % x MK x DP

Keterangan:
PP = Pensiun Pokok
DP = Dasar Pensiun
MK = Masa Kerja

Dengan ketentuan: Besarnya pensiun pegawai sesuai dengan pasal 11 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 sebagai berikut:


1.                  Pensiun pegawai sebulan sebanyak-banyaknya 75% dari dasar pensiun
2.                  Pensiun pegawai sebulan sekurang-kurangnya 40% dari dasar pensiun

2. Pensiun Janda/Duda

Pensiun janda diberikan apabila seorang pegawai/pejabat pns atau pensiun pegawai/pejabat wanita meninggal. Pensiun duda diberikan apabila seorang pegawai/pejabat wanita atau pensiun pegawai/pejabat wanita meninggal.

Jika janda atau duda tersebut menikah lagi, hak pensiun hilang.

Besarnya pensiun duda/janda sebulan dapat dihitung dengan mempergunakan rumus berikut:

PPJ/D = 36 % x DP

Keterangan: 
PPJ/D = pokok pensiun Janda/Duda
DP = Dasar pensiun

Dengan ketentuan: Besarnya pensiun duda/janda tidak kurang dari 75% gaji pokok terendah menurut peraturan pemerintah tentang gaji dan pangkat pegawai negeri yang berlaku bagi almarhum suami/isteri.

Apabila pegawai/pejabat mempunyai lebih dari seorang isteri, masing-masing isteri menerima pensiun janda. Besarnya pensiun untuk masing-masing dihitung dengan rumus berikut:

Bg. PJ/D = 36%xDP/n janda

Keterangan:
Bg. PJ/D = bagian pensiun janda/duda
DP = dasar pensiun
n = jumlah isteri

Apabila pegawai/pejabat meninggal, besarnya pensiun janda adalah:

72% x dasar pensiun

Istri sah ialah istri yang terdaftar pada biro tata usaha kepegawaian BAKN

Untuk memperoleh pensiun janda/duda, yang bersangkutan harus mengajukan surat permohonan kepada Kepada Kantor Urusan Pegawai dengan melampirkan:
1.                  surat keterangan kematian atau salinannya yang telah disahak pihak yang berwajib
2.                  salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwenang
3.                  daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib memuat tanggal kelahiran dan alamat mereka yang berkepentingan
4.                  surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir orang yang meninggal dunia.

3. Pensiun Anak

Pensiun anak adalah pensiun janda/duda yang diturunkan kepada anak-anaknya. Syarat-syarat untuk mendapat pensiun anak:
1.                  belum berusia 25 tahun
2.                  belum punya penghasilan sendiri
3.                  belum pernah menikah
4.                  benar-benar menjadi tanggunan yang bersangkutan
Apabila ayah dan ibu penerima pensiun anak berstatus pegawai negeri pensiun dihitung dari gaji yang laebih besar.

Pensiun anak berakhir apabila janda/duda meninggal dan tidak ada lagi ada anak yang memenuhi syarat-syarat untuk menerima pensiun anak.

4. Pensiun Orang Tua

Pensiun orangtua diberikan apabila pegawai meninggl dan tidak meninggalkan istri/suami ataupun anak. Besarnya pensiun orangtua adalah 20% dari pensiun janda/duda.

2.9 Macam Kompensasi
Ada tiga jenis kompensasi karyawan yang lazim diberikan perusahaan yaitu:
1. Kompensasi Finansial Langsung
Kompensasi ini meliputi segala macam imbalan pekerjaan yang berwujud uang  antara lain gaji, macam-macam tunjangan, THR Keagamaan, insentif, bonus, komisi, pembagian laba perusahaan, opsi saham, dan pembayaran prestasi. Segala jenis pendapatan yang menambah penghasilan bruto tahunan karyawan dan dikenai pajak penghasilan (PPh 21) juga termasuk kompensasi finansial langsung.
Kompensasi ini bersifat langsung karena pembayaran dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan dalam bentuk uang, dan bukan benda atau fasilitas. Misalnya, perusahaan membayar gaji, tunjangan, dan bonus akhir tahun langsung ke rekening karyawan.

2. Kompensasi Finansial Tidak Langsung
Jenis kompensasi ini juga berwujud uang yang dikeluarkan perusahaan namun tidak diberikan langsung kepada karyawan, melainkan melalui pihak ketiga. Misalnya, perusahaan mengikutsertakan karyawan dalam program perlindungan sosial dan kesehatan. Perusahaan membayar premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi ketenagakerjaan, sedangkan karyawan memperoleh manfaat dari program tersebut berupa biaya perawatan/pengobatan maupun tabungan hari tua.
Berbagai fasilitas dan kenikmatan yang diperoleh karyawan juga termasuk kompensasi tidak langsung, seperti mobil perusahaan, rumah dinas, voucher, akses internet, dan keanggotaan klub.

3. Kompensasi Non-Finansial 
Kompensasi ini tidak berwujud atau terkait dengan uang, namun bernilai positif atau berharga bagi karyawan. Contohnya adalah pelatihan kecakapan karyawan, lingkungan kerja yang nyaman, supervisi yang kompeten dan profesional, tim kerja yang suportif, jenjang karir yang pasti, penghargaan terhadap prestasi, cuti lebih banyak, atau jam kerja fleksibel.
Bahkan, nama besar perusahaan dalam beberapa kasus juga bisa menjadi kompensasi non-finansial bagi karyawan. Sebab, reputasi organisasi bisnis dapat meningkatkan kredibilitas individual.

BAB III
PENUTUP

3.1.           KESIMPULAN
PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).

3.2.           SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.

SUMBER :
                                                                                                                                      

Tugas 2 Akuntansi Forensik

1. GRAFIK GCB ( Global Corruption Barometer ) TAHUN 2017 : 2. GRAFIK BPI (Bribe payers Index) TAHUN 2011: 3.  GRAFIK PERC ( P...