Pemutusan Hubungan Kerja
Nama : Pramagusti Tsabit Sabili
NPM : 25216774
Kelas : 4EB10
Mata Kuliah : Manajemen Sumber Daya Manusia
1. Karena Kesalahan Berat
2. Karena Ditahan Pihak Berwajib.
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2019
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap orang
yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya. Untuk
bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan melakukan
pekerjaan. Bekerja dapat dilakukan secara sendiri maupun bekerja pada orang
lain. Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat hubungan kerja
antara pekerja dan pengusahanya, dimana hubungan kerja tersebut dituangkan ke
dalam suatu bentuk perjanjian atau kontrak kerja.di dalam kontrak kerja tersebut
memuat apa saja yang menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan pengusahanya
seperti pendapatan upah/ gaji dan keselamatan kerja.
Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang
paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif
bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya
waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan
permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena
antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahiu saat
berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya
mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut.
Berbeda
halnya dengan masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara sepihak
yaitu oleh pihak pengusahanya. Harapan untuk mendapatkan penghasilan dan
memenuhi kebutuhan hidup telah pupus begitu saja lantaran terjadinya PHK yang
tidak disangka-sangka oleh para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan
politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian
yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja
berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak
terencana. Namun, mau tidak mau para pekerja/buruh harus menerima kenyataan
bahwa mereka harus menjalani PHK.
Dalam
menjalani pemutusan hubungan kerja, pihak-pihak yang bersangkutan yaitu
pengusaha dan pekerja/buruh harus benar-benar mengetahui hal-hal yang berhubungan
dengan PHK, terutama untuk para pekerja/buruh, agar mereka bisa mendapatkan apa
yang menjadi hak mereka setelah di PHK.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja ?
2. Apa
Arti dan Sebab-sebab PHK ?
3. Apa
saja Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja ?
4. Apa
saja Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja ?
5. Mengapa
PHK Dilakukan ?
6. Apa
saja Hak-hak Karyawan setelah Pemberhentian ?
7. Apa
saja Larangan Terhadap PHK ?
8. Apa
saja Macam dan Persyaratan Pensiun ?
9. Apa
saja Macam Kompensasi ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja
2. Mengetahui
Arti dan Sebab-sebab PHK
3. Mengetahui
Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja
4. Mengetahui
Prosedur Pemberhentian Hubungan Kerja
5. Mengetahui
Mengapa PHK Dilakukan
6. Mengetahui
Hak-hak Karyawan setelah Pemberhentian
7. Mengetahui
Larangan Terhadap PHK
8. Mengetahui
Macam dan Persyaratan Pensiun
9. Mengetahui
Macam Kompensasi Bagi Pensiunan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
PHK
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini
dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis
kontrak.
Istilah pemutusan hubungan kerja
(PHK) (sparation) memiliki kesamaan dengan pemberhentian atau
pemisahan karyawan dari suatu organisasi. Para ahli pun memberikan pandangan
tersendiri terkait PHK. Menurut Tulus (1993), pemutusan
hubungan kerja (separation) adalah mengembalikan karyawan ke
masyarakat. Sedagkan menurut Hasibuan (2001) pemberhentian
adalah pemutusan hubungan kerja seseorang karyawan dengan suatu organisasi
(perusahaan). Dari beberapa pegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
pemutusan hubungan kerja (PHK) merupakan pemberhentian karyawan dari suatu
perusahaan sehingga antara karyawan dan perusahaan(organisasi) tidak ada
hubungan lagi.
2.2
Arti dan sebab-sebab PHK
Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah. Dalam
melaksanakan hubungan kerja terkadang terjadi perselisihan antara pekerja/buruh
dengan pengusaha. Perselisihan yang terjadi antara pekerja/buruh dengan
pengusaha dalam hubungan kerja dapat menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan
kerja. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena
suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja/buruh dan pengusaha.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur bahwa pengusaha dapat
memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh
telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
1.
melakukan penipuan, pencurian dan penggelapan barang
dan/atau uang milik perusahaan;
2.
memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahaan;
3.
mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
dilingkungan kerja;
4.
melakukan perbuatan asusila atau perjudian
dilingkungan kerja;
5.
menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi
teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
6.
membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk mekukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
7.
dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan
dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi
perusahaan;
8.
dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja
atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
9.
membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau
10. melakukan
perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
Pembuktian bahwa pekerja/buruh telah melakukan
kesalahan berat harus didukung dengan bukti sebagai berikut:
1.
pekerja/buruh tertangkap tangan;
2.
ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan;
atau
3.
bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh
pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh dengan alasan sebagai berikut:
1.
pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit
menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan
secara terus menerus;
2.
pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya
karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku;
3.
pekerja/buruh menjalankan ibadah ibadah yang
diperintahkan agamanya;
4.
pekerja/buruh menikah;
5.
pekerka/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur
kandungan, atau menyusui bayinya;
6.
pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau
ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan,
kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peratauran perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;\
7.
pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau
pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan
serikat pekerja/buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas
kesepakatan mengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
8.
pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang
berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
9.
karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku,
warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
10. pekerja/buruh
dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu
penyembuhannya berlum dapat dipastikan.
2.3 Jenis-jenis Pemutusan Hubungan
Kerja
PHK ternyata ada banyak jenisnya jika dilihat dari siapa
yang mengajukan, alasan, dan hak-hak yang diperoleh. Hal ini tentu saja harus
merujuk kepada Undang-undang Ketenagakerjaan. Lalu apa saja jenis-jenis PHK?
Berikut penjelasannya:
A.
PHK dari sisi perusahaan
Perubahan status atau penggabungan perusahaan Jika
perusahaan tempat kamu bekerja mengalami perubahan atau penggabungan status
kepemilikan perusahaan, perusahaan biasanya melakukan PHK kepada sejumlah
karyawannya. Namun, perusahaan juga wajib memberikan imbalan kepada karyawan
yang di PHK. Imbalan tersebut berupa uang pesangon, uang penghargaan masa
kerja, dan uang penggantian hak.
1.
Perusahaan melakukan efisiensi
Bagi
perusahaan yang melakukan efisiensi terhadap karyawannya dan sudah ditetapkan
sebagai PHK, maka karyawan berhak mendapatkan uang pesangon, uang penggantian
hak, dan uang penghargaan masa kerja.
2.
Perusahaan bangkrut
Apabila
perusahaan tempat kamu bekerja mengalami pailit atau bangkrut, imbalan yang
kamu dapatkan berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan adalah uang pesangon,
uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak.
B. PHK dari
sisi karyawan
1.
Kesalahan berat
Berdasarkan Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia, kesalahan berat yang
bisa buat kamu di phk adalah:
·
Karyawan melakukan penipuan, pencurian, atau
penggelapan barang dan atau uang milik perusahaan.
·
Memberikan keterangan palsu atas yang dipalsukan
sehingga merugikan perusahaan.
·
Minum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau
mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif di lingkungan kerja.
·
Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di
lingkungan kerja.
·
Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi
rekan kerja di lingkungan kerja.
·
Membujuk rekan kerja untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
·
Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan rekan kerja
dalam keadaan bahaya di tempat kerja.
·
Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
·
Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan kerja yang
diancam pidana penjara lima (5) tahun atau lebih.
2.
Melanggar Perjanjian Kerja
Sebelum first day di kantor baru, kamu harus menandatangani perjanjian
kerja yang didampingi tim HRD. Jangan lupa untuk membaca dengan teliti mengenai
peraturan perusahaan! Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan di kantor harus
kamu patuhi, ya.
3.
Mangkir
Beberapa perusahaan sangat memperhitungkan kehadiran tiap karyawannya.
Pasalnya, hal ini sangat berpengaruh terhadap gaji yang dibayarkan. Merujuk
pada Undang-undang Ketenagakerjaan, apabila karyawan tidak masuk kerja selama 5
hari berturut-turut tanpa ada kabar, perusahaan menganggapnya sebagai
pengunduran diri. Tak hanya itu, atasan juga wajib memanggil secara tertulis
paling banyak 2 kali sejak karyawan tersebut mangkir kerja.
4.
Mengundurkan Diri
Mangkir dengan mengundurkan diri tentu saja berbeda. Mengundurkan diri yang
dimaksud adalah resign. Banyak alasan yang membuat karyawan
mengajukan resign mulai dari alasan keluarga, ingin meneruskan
pendidikan, jenuh dengan pekerjaan, hingga ingin mencari tantangan baru.
Oh iya ada sejumlah ketentuan yang harus kamu perhatikan sebelum mengajukan
resign lho. Misalnya saja mengajukan pengunduran diri secara tertulis paling
telat selambat-lambatnya 30 hari sebelum efektif tidak bekerja lagi, sedang
tidak dalam ikatan dinas, dan karyawan tetap melakukan kewajiban profesionalnya
hingga hari terakhir bekerja.
5.
Pensiun
Tidak ada aturan secara jelas mengenai masa pensiun jika kamu bekerja di
perusahaan swasta. Namun, biasanya kamu bisa pensiun dini apabila kamu sudah
bekerja selama 15 tahun atau menginjak usia 45 tahun. Sementara di pemerintahan
sendiri, waktu untuk pensiun dini adalah saat kamu usia 45 tahun dan maksimal
saat berusia 55 tahun.
Menurut Undang-undang Ketenagakerjaan, kamu akan mendapatkan uang pesangon
sebesar 2 kali gaji, dana BPJS Ketenagakerjaan yang terkumpul selama masa
kerja, uang penghargaan kerja sebanyak 1 kali gaji, dan uang penggantian hak.
6.
Meninggal Dunia
Jika seorang karyawan meninggal dunia dalam masa kerja suatu perusahaan,
maka perusahaan tersebut wajib memberikan imbalan kepada ahli waris karyawan
yang meninggal dunia. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang
ketenagakerjaan lho. Besarannya ialah 2 kali uang pesangon, 1 kali uang
penghargaan masa kerja, dan uang jaminan kematian atau uang jaminan kecelakaan
kerja dari BPJS Ketenagakerjaan.
Nah itulah jenis-jenis PHK menurut Undang-undang Ketenagakerjaan Indonesia.
Pahami dulu, agar tidak salah persepsi. Mungkin anda bisa memulai mempersiapkan
dana pensiun atau mempersiapkan dana darurat kedepan dengan menggunakan fitnech
peer to peer lending. Dengan memulai pendanaan mulai Rp 3 juta, anda dapat
memulai pendanaan kepada pelaku usaha mikro perempuan di desa. Anda akan
mendapatkan keuntungan hingga 15 persen di Amartha. Selain itu, anda juga
memberikan dampak sosial terhadap ekonomi di pedesaan.
2.4 Prosedur Pemberhentian Hubungan
Kerja
Pasal 16
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001
tentang perubahan atas beberapa pasal Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
Kep-150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan
menetapkan beberapa prosedur tentang pemutusan hubungan kerja dalam suatu
perusahaan.
Adapun prosedur untuk Pemutusan
hubungan kerja adalah sebagai berikut :
(1) Sebelum
ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat,
pengusaha dapat melakukan skorsing kepada pekerja/buruh dengan ketentuan
skorsing telah diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam hal
pengusaha melakukan skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pengusaha
wajib membayar upah selama skorsing paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh
lima perseratus) dari upah yang diterima pekerja/buruh.
(3) Skorsing
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dan
disampaikan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan dengan alasan yang jelas,
dan kepada pekerja/buruh yang bersangkutan harus diberikan kesempatan membela
diri.
(4) Pemberian
upah selama skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 6 (enam)
bulan.
(5) Setelah
masa skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) berakhir, maka pengusaha
tidak berkewajiban membayar upah, kecuali ditetapkan lain oleh Panitia Daerah
atau Panitia Pusat.
Pasal 17A Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menyatakan :
(1) Dalam hal
pengusaha mengajukan permohonan ijin pemutusan hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetapi tidak melakukan skorsing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), maka selama ijin pemutusan hubungan kerja
belum diberikan oleh Panitia Daerah atau Panitia Pusat, pekerja/buruh harus
tetap melakukan pekerjaannya dan pengusaha membayar upah pekerja/buruh selama
proses 100% (seratus perseratus).
(2) Dalam hal
terjadi pemutusan hubungan kerja tetapi pengusaha tidak mengajukan permohonan
ijin, pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan
pemutusan hubungan kerja tersebut menjadi perselisihan, maka sebelum ada
putusan Panitia Daerah atau Panitia Pusat, upah pekerja/buruh selama proses
dibayar 100% (seratus perseratus).
Dalam Pasal 18-nya, Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor : Kep-78 /Men/2001 menegaskan :
(1) Ijin
pemutusan hubungan kerja dapat diberikan karena pekerja/buruh melakukan
kesalahan berat sebagai berikut :
a.
penipuan, pencurian dan penggelapan barang/uang milik
pengusaha atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha; atau
b.
memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan
sehingga merugikan pengusaha atau kepentingan negara; atau
c. mabok,
minum-minuman keras yang memabokkan, madat, memakai obat bius atau
menyalahgunakan obat obatan terlarang atau obat-obatan perangsang lainnya yang
dilarang oleh peraturan perundang-undangan di tempat kerja, dan di
tempat-tempat yang ditetapkan perusahaan; atau
d.
melakukan perbuatan asuslia atau melakukan perjudian di
tempat kerja; atau
e. menyerang,
mengintimidasi atau menipu pengusaha atau teman sekerja dan memperdagangkan
barang terlarang baik dalam lingkungan perusahaan maupun di luar lingkungan
perusahaan; atau
f.
menganiaya, mengancam secara physik atau mental,
menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja;
atau
g.
membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk metakukan
sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta
peraturan perundangan yang berlaku; atau
h.
dengan ceroboh atau sengaja merusak, merugikan atau
membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik pengusaha; atau
i.
dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan
diri atau teman sekerjanya dalam keadaan bahaya; atau
j.
membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan atau
mencemarkan nama baik pengusaha dan atau keluarga pengusaha yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; dan
k.
hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja atau
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(2) Pengusaha
dalam memutuskan hubungan kerja pekerja/buruh dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus menyertakan bukti yang ada dalam permohonan ijin
pemutusan hubungan kerja.
(3) Terhadap
kesalahan pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan
tindakah skorsing sebelum ijin pemutusan hubungan kerja diberikan oleh Panitia
Daerah atau Panida Pusat dengan ketentuan skorsing tersebut telah diatur dalam
perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(4)
Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya karena melakukan kesalahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berhak atas uang pesangon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 tetapi berhak atas ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 B.
(5) Pekerja/buruh yang melakukan kesalahan di luar
kesalahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diputuskan hubungan
kerjanya dengan mendapat uang pesangon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan ganti
kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
2.5 Mengapa
PHK Dilakukan
Menurut UU ketenagakerjaan No.13/
2003. Pemutusan Hubungan Kerja di sini tak selalu berarti pemecatan, namun
semua pemutusan kontrak kerja dengan karyawan, termasuk karena pensiun atau
karena karyawan mengundurkan diri.
1. Karena Kesalahan Berat
Menurut Pasal 158, ayat 1 UU
ketenagakerjaan, ada sepuluh kesalahan berat yang mengakibatkan PHK, yaitu:
- melakukan penipuan,
pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
- memberikan keterangan palsu
atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;
- mabuk, meminum minuman keras
yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
- melakukan perbuatan asusila
atau perjudian di lingkungan kerja;
- menyerang, menganiaya,
mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan
kerja;
- membujuk teman sekerja atau
pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan;
- dengan ceroboh atau sengaja
merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
- dengan ceroboh atau sengaja
membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat
kerja;
- membongkar atau membocorkan
rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan
negara; atau
- melakukan perbuatan lainnya
di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.”
Namun, sebelum perusahaan
menggunakan alasan Kesalahan Berat untuk memecat seorang karyawan, perusahaan
diharuskan memiliki bukti, misalnya pelaku tertangkap tangan, ada pengakuan,
dan juga laporan yang dibuat pihak berwenang dengan dua orang saksi.
2. Karena Ditahan Pihak Berwajib.
Yup, pihak perusahaan memang
boleh mem-PHK karyawan yang melakukan tindakan pidana dan kemudian ditahan
pihak kepolisian. Meskipun demikian, perusahaan wajib membayar uang tanggungan
untuk keluarga si karyawan. Bantuan itu diberikan maksimal 6 bulan sejak
karyawan ditahan pihak berwajib.
3.
Karena Karyawan Melakukan Pelanggaran
UU Ketenagakerjaan juga mengatur
PHK yang disebabkan oleh pelanggaran yang dilakukan karyawan. Jenis
pelanggarannya berbeda-beda, karena setiap perusahaan biasanya memiliki
peraturan sendiri.
Namun biasanya, pihak perusahaan
akan mengeluarkan surat peringatan terlebih dahulu sebelum melakukan PHK. Di
banyak perusahaan, pemecatan karena pelanggaran aturan perusahaan baru
dilakukan setelah karyawan tersebut menerima tiga kali surat peringatan.
4.
Karena Karyawan Resign
Dalam Undang-undang
Ketenagakerjaan, syarat mengundurkan diri adalah:
- Diharuskan mengajukan
permohonan mengundurkan diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari
sebelum hari pengunduran diri.
- Tidak terikat dalam ikatan
dinas.
- Tetap melakukan kewajibannya
sampai dengan hari pengunduran dirinya.
Bila si karyawan memenuhi
persyaratan tersebut, PHK akan dilakukan. Tentu saja bedanya, dalam kasus ini,
Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan atas permintaan karyawannya sendiri, bukan
keputusan dari pihak perusahaan.
5. Karena
Perubahan Status/Penggabungan Perusahaan
Jika pada perusahaan terjadi
perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan, maka
perusahaan dapat melakukan PHK kepada karyawan seandainya dibutuhkan
perampingan karyawan atau ada beberapa posisi yang tidak dibutuhkan lagi.
2.6 Hak-hak Karyawan setelah
Pemberhentian
Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pengusaha wajib
membayar Uang Pesangon, Uang
Penghargaan Masa Kerja (UPMK), dan Uang Penggantian Hak (UPH) kepada
pekerjanya. Uang tersebut didapatkan pekerja berdasarkan alasan PHK.
Sedangkan pekerja yang mengundurkan diri
hanya berhak atas UPH. Tapi, khusus bagi pekerja yang tugas dan fungsinya tidak
mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain berhak atas UPH, ia juga
berhak diberikan Uang Pisah.
2.7 Larangan
terhadap PHK
Pemerintah telah
mengatur ketentuan pemutusan hubungan kerja dalam Undang-undang Republik
Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Terdapat pada bab XII
pasal 152, telah disebutkan bahwa permohonan pemutusan hubungan kerja dapat
dilakukan dengan cara melakukan permohonan tertulis yang disertai dengan alasan
dan dasar kepada lembaga penyelesaian masalah hubungan industrial, lalu
kemudian lembaga penyelesaian perselisihan sengekta hubungan industrial
menerima dan memberikan penetapan terhadap permohonan yang diajukan.
Ada beberapa alasan tidak sah atau illegal menurut
undang-undang, yaitu:
1. Berhalangan
Masuk Karena Sakit
Berdasarkan ketentuan undang-undang No.13 tahun 2003
pasal 153 ayat 1 huruf a disebutkan bahwa pengusaha atau perusahaan dilarang
memberikan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan pekerja berhalangan
untuk masuk bekerja karena sakit menurut keterangan dari dokter selama tenggat
waktu tidak melampaui 12 bulan berturut-turut. Maka dari itu, pengusaha atau
perusahaan wajib memperkerjakan pekerja yang telah sembuh dari sakit.
2. Menjalankan
Tugas Negara
Pekerja yang berhalangan masuk kerja pada suatu
perusahaan karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara, misalnya
menjadi peserta kompetisi mewakili negara atau mengharuskan pekerja membela
negara tanah airnya. Alasan seperti ini tidak dapat dijadikan PHK, karena
sebelum melaksanakan tugas negara pekerja dan perusahaan harus memiliki
kesepakatan untuk tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam bekerja.
3. Melaksanakan
Ibadah
Pekerja yang sedang melaksankan ibadah sesuai agamanya
masing-masing seperti berangkat menunaikan ibadah haji bagi pekerja yang
beragama Islam, alasan ini mendapatkan hak penuh dalam peraturan perjanjian
perusahaan dan undang-undang.
4. Pekerja
Menikah
Peraturan dalam melakukan cuti menikah telah diatur
pada undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kemudian
seharusnya ada pada peraturan perusahaan dan juga perjanjian kerja. Tidak masuk
bekerja karena menikah akan tetap mendapat upah menjadi hak sebagai pekerja
perusahaan. Jika kemudian pengusaha atau perusahaan melakukan PHK, akan ada
sanksi yang diberlakukan oleh pemerintah kepada perusahaan atau pengusaha
tersebut.
5. Pekerja
Perempuan Hamil, Melahirkan, Keguguran maupun Menyusui bayinya
Terdapat banyak sekali peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai hak pekerja perempuan, yaitu sebagai berikut:
- Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women yang telah disetarakan dengan Undang-undang
No.7 Tahun 1984
- ILO Convention No. 183 Tahun 2000 on Maternity
Protection (Konvensi ILO mengenai Perlindungan Maternitas)
- Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
- Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
- Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Maka dari itu, pengusaha atau perusahaan tidak
diberikan kewenangan untuk membuat perjanjian kerja yang berisi larangan untuk
hamil ataupun menikah selama masa hubungan kerja yang telah diberikan kepada
pekerja.
6. Memiliki
Ikatan Perkawinan Antar Sesama pekerja dalam Satu Perusahaan
Perusahaan tidak dapat membuat suatu aturan yang
melarang karyawannya menikah dengan rekan kerja satu kantor, karena sebuah
ikatan perkawinan adalah takdir dari yang Maha Kuasa, yang tidak dapat
diganggu. Hal ini tidak dapat dijadikan suatu alasan perusahaan melakukan PHK
karena tidak sejalan dengan undang-undang dasar 1945 pasal 28 D Ayat 2.
7. Menjadi
Pengurus Serikat Pekerja
Pekerja menjadi seorang yang mendirikan, atau menjadi
seorang anggota suatu serikat pekerja, kemudian pekerja melakukan kegiatan serikat
pekerja yang dilakukan diluar jam kerja, atau didalam jam kerja tetapi telah
ada kesepakatan bersama antara perusahaan dan pekerja, atau berdasarkan sebuah
peraturan yang telah diatur dalam perjanjian kerja, maka hal ini tidak dapat
dijadikan sebuah alasan bagi perusahaan untuk PHK.
8. Pekerja
Melaporkan Perusahaan Kepada Pihak yang Berwajib
Para pekerja yang melakukan pengaduan kepada pihak
yang berwajib memiliki hak untuk mengadu dan tidak dapat menjadikan pekerja
tersebut dilakukan PHK, karena perusahaan tersebut melakukan tindak pidana
kejahatan yang melanggar aturan-aturan perundangan yang berlaku.
9. Alasan
Perbedaan Agama, Pandangan Politik, Suku dan lain-lain
Berdasarkan UUD Indonesia, siapapun manusia setara di
mata hukum dan pemerintah, semua orang berhak pada pekerjaan yang telah
memenuhi standar kelayakan hidup bagi kemanusiaan. Undang-undang
Ketenagakerjaan melarang pengusaha atau perusahaan melakukan PHK dengan alasan
yang berkaitan dengan tindak diskriminasi seperti membeda-bedakan ideologi,
agama, pilihan politik, etnis, ras, warna kulit, kelompok sosial, kondisi fisik
ataupun status pernikahan seorang pekerja.
10. Pekerja
Mengalami Cacat Tetap
Tidak dapat dilakukan PHK karena pekerja yang kerja
kemudian sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja
berdasarkan surat keputusan dokter dalam melakukan penyembuhan belum dapat
ditentukan jangka waktunya.
Setiap pengusaha atau perusahaan harus mengetahui
alasan-alasan ilegal dalam melakukan PHK menurut undang-undang yang telah
ditetapkan, agar nantinya tidak akan merugikan pekerja.
2.8 Macam
dan persyaratan pensiun
Berdasarkan penerima pensiun, dapat diuraikan
macam-macam pensiun sebagai berikut:
1. Pensiun Pegawai
Pemberian pensiun pegawai dibedakan menjadi dua yaitu:
Pemberian pensiun pegawai dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Pensiun pegawai dapat diperoleh secara normal apabila
pada saatn pemberhentian pegawai negeri sipil, pegawai yang bersangkutan
telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan mempunyai masa kerja
sekurang-kurangnya 20 tahun.
2.
Pensiun pegawai dapat diperoleh karena pegawai yang
bersangkutan cacat jasmani atau rohani sehingga tidak dapat bekerja dalam
jabatan apa pun juga.
Besarnya pensiun pegawai dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
PP = 2,5 % x MK x DP
Keterangan:
PP = Pensiun Pokok
DP = Dasar Pensiun
MK = Masa Kerja
Dengan ketentuan: Besarnya pensiun pegawai sesuai dengan pasal 11 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 sebagai berikut:
PP = 2,5 % x MK x DP
Keterangan:
PP = Pensiun Pokok
DP = Dasar Pensiun
MK = Masa Kerja
Dengan ketentuan: Besarnya pensiun pegawai sesuai dengan pasal 11 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1969 sebagai berikut:
1.
Pensiun pegawai sebulan sebanyak-banyaknya 75% dari
dasar pensiun
2.
Pensiun pegawai sebulan sekurang-kurangnya 40% dari
dasar pensiun
2. Pensiun Janda/Duda
Pensiun janda diberikan apabila seorang
pegawai/pejabat pns atau pensiun pegawai/pejabat wanita meninggal. Pensiun duda
diberikan apabila seorang pegawai/pejabat wanita atau pensiun pegawai/pejabat
wanita meninggal.
Jika janda atau duda tersebut menikah lagi, hak
pensiun hilang.
Besarnya pensiun duda/janda sebulan dapat dihitung
dengan mempergunakan rumus berikut:
PPJ/D = 36 % x DP
Keterangan:
PPJ/D = pokok pensiun Janda/Duda
DP = Dasar pensiun
Dengan ketentuan: Besarnya pensiun duda/janda tidak
kurang dari 75% gaji pokok terendah menurut peraturan pemerintah tentang gaji
dan pangkat pegawai negeri yang berlaku bagi almarhum suami/isteri.
Apabila pegawai/pejabat mempunyai lebih dari seorang
isteri, masing-masing isteri menerima pensiun janda. Besarnya pensiun untuk
masing-masing dihitung dengan rumus berikut:
Bg. PJ/D = 36%xDP/n janda
Keterangan:
Bg. PJ/D = bagian pensiun janda/duda
DP = dasar pensiun
n = jumlah isteri
Apabila pegawai/pejabat meninggal, besarnya pensiun
janda adalah:
72% x dasar pensiun
Istri sah ialah istri yang terdaftar pada biro tata
usaha kepegawaian BAKN
Untuk memperoleh pensiun janda/duda, yang bersangkutan
harus mengajukan surat permohonan kepada Kepada Kantor Urusan Pegawai dengan
melampirkan:
1.
surat keterangan kematian atau salinannya yang telah
disahak pihak yang berwajib
2.
salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwenang
3.
daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang
berwajib memuat tanggal kelahiran dan alamat mereka yang berkepentingan
4.
surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji
terakhir orang yang meninggal dunia.
3. Pensiun Anak
Pensiun anak adalah pensiun
janda/duda yang diturunkan kepada anak-anaknya. Syarat-syarat untuk mendapat
pensiun anak:
1.
belum berusia 25 tahun
2.
belum punya penghasilan sendiri
3.
belum pernah menikah
4.
benar-benar menjadi tanggunan yang bersangkutan
Apabila ayah dan ibu penerima
pensiun anak berstatus pegawai negeri pensiun dihitung dari gaji yang laebih
besar.
Pensiun anak berakhir apabila
janda/duda meninggal dan tidak ada lagi ada anak yang memenuhi syarat-syarat
untuk menerima pensiun anak.
4. Pensiun Orang Tua
Pensiun orangtua diberikan apabila
pegawai meninggl dan tidak meninggalkan istri/suami ataupun anak. Besarnya
pensiun orangtua adalah 20% dari pensiun janda/duda.
2.9 Macam Kompensasi
Ada tiga jenis kompensasi
karyawan yang lazim diberikan perusahaan yaitu:
1. Kompensasi Finansial Langsung
Kompensasi ini
meliputi segala macam imbalan pekerjaan yang berwujud uang antara lain
gaji, macam-macam tunjangan, THR Keagamaan, insentif, bonus, komisi, pembagian
laba perusahaan, opsi saham, dan pembayaran prestasi. Segala jenis pendapatan
yang menambah penghasilan bruto tahunan karyawan dan dikenai pajak
penghasilan (PPh 21) juga termasuk kompensasi finansial
langsung.
Kompensasi ini bersifat langsung karena
pembayaran dilakukan oleh perusahaan kepada karyawan dalam bentuk uang, dan
bukan benda atau fasilitas. Misalnya, perusahaan membayar gaji, tunjangan, dan bonus akhir
tahun langsung ke rekening karyawan.
2. Kompensasi Finansial Tidak
Langsung
Jenis kompensasi ini juga berwujud uang yang
dikeluarkan perusahaan namun tidak diberikan langsung kepada karyawan,
melainkan melalui pihak ketiga. Misalnya, perusahaan mengikutsertakan karyawan
dalam program perlindungan sosial dan kesehatan. Perusahaan membayar premi
asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi
ketenagakerjaan, sedangkan karyawan memperoleh manfaat dari
program tersebut berupa biaya perawatan/pengobatan maupun tabungan hari tua.
Berbagai fasilitas dan kenikmatan yang
diperoleh karyawan juga termasuk kompensasi
tidak langsung, seperti mobil perusahaan, rumah dinas, voucher, akses
internet, dan keanggotaan klub.
3. Kompensasi Non-Finansial
Kompensasi ini tidak berwujud atau terkait
dengan uang, namun bernilai positif atau berharga bagi karyawan. Contohnya
adalah pelatihan kecakapan karyawan, lingkungan kerja yang nyaman, supervisi
yang kompeten dan profesional, tim kerja yang suportif, jenjang karir yang
pasti, penghargaan terhadap prestasi, cuti lebih
banyak, atau jam kerja
fleksibel.
Bahkan, nama besar perusahaan dalam beberapa
kasus juga bisa menjadi kompensasi non-finansial bagi karyawan. Sebab, reputasi
organisasi bisnis dapat meningkatkan kredibilitas individual.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
PHK sebagai manifestasi pensiun
yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman
yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari
upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di
negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus
menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja
berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang
diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan
posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur
organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan
efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini
tentu saja terjadi pemangkasan posisi besar-besaran, sehingga PHK masih belum
dapat dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih
belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus
digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan
harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).
3.2. SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam
makalah ini adalah, hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus
sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar
tidak akan ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar